GpGlBSW0TfG8TpY7TpOiTUz5Gd==

Didirikan Tahun 1867, Stasiun Tanggung Jadi Saksi Sejarah Perkeretaapian di Indonesia

Pembukaan Stasiun (Halte) Tanggung pada 10 Agustus 1867. (Foto: collectienederland.nl)

Khazanahgrobogan.com - Stasiun Tanggung berada di Desa Tanggungharjo, Kecamatan Tanggungharjo, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Hanya stasiun kereta api kecil atau kelas III, namun memiliki arti penting karena menjadi salah satu saksi sejarah perkeretaapian di Indonesia.

Stasiun yang diberi kode perusahaan PT Kereta Api (KAI) dengan TGG itu terletak pada ketinggian ±20 meter dpl dan termasuk dalam Daerah Operasi IV Semarang. Stasiun ini hanya memiliki dua jalur kereta api dengan jalur 2 sebagai sepur lurus. Di depan bangunan stasiun didirikan monumen roda dan sayap. Pada monumen tersebut terdapat tulisan "Di Bumi Ini Kami Bermula" sebagai pegingat sejarah bermulanya kereta api di Indonesia.

Stasiun Tanggung merupakan kereta api nomor dua tertua di Indonesia—sumber lain menyebut sebagai stasiun keempat tertua di Indonesia setelah Semarang NIS, Alas Tua, dan Brumbung—yang masih beroperasi hingga sekarang. Stasiun ini pertama kali dibangun tahun 1867, tepatnya pada tanggal 10 Agustus 1867, di mana jalur kereta api pertama dibuka antara Tanggung-Semarang yang berjarak 25 kilometer oleh Gubernur Jenderal Ludolp Anne Jan Wilt Sloet van de Beele.

Bangunan stasiun yang didirikan pertama kali telah dibongkar pada tahun 1910. Pada tahun yang sama, NIS (Nederlandsch Indische Spoorwegen) sebagai pengelola transportasi ketika itu, membangun stasiun baru di atas bekas bangunan lama, dengan gaya arsitektur Swiss Chalet yang banyak dipakai ketika NIS merenovasi stasiun-stasiunnya antara 1900-1915.

“Chalet” sebenarnya adalah sebutan untuk bangunan berarsitektur tradisional di Pegunungan Alpen, Swiss, seperti lumbung, kandang, maupun rumah tinggal. Ciri gaya bangunan ini adalah konstruksi kayu dengan atap dari sirap batu dan teritisan lebar untuk melindungi bangunan dari hujan dan salju. Sederhana namun cantik adalah kesan yang didapatkan dari gaya arsitektur Chalet.

Bangunan baru berarsitektur Chalet itu dapat dilihat sampai sekarang. Ya, stasiun dari kayu itu masih kokoh berdiri hingga sekarang. Pada pertengahan tahun 1980-an, stasiun ini pernah hendak dibongkar dan ditempatkan di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta. Namun tidak jadi dan tetap berada di tempatnya semula. Bahkan akhirnya, stasiun ini ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya berdasarkan UU Cagar Budaya No.5/1992.

Stasiun Tanggung memiliki empat ruang pada bangunan stasiunnya, yaitu ruang kepala stasiun yang juga digunakan untuk loket, gudang, ruang tunggu, dan ruang PPKA (Pengatur Perjalanan Kereta Api). Juga dilengkapi sebuah rumah tua kecil yang juga terbuat dari kayu. Di masa lampau, rumah tersebut dihuni oleh kepala Stasiun Tanggung.

Tercatat, stasiun ini sudah empat kali direnovasi, yakni pertama tahun 1984, kedua setelah banjir 1996 tepatnya tahun 1997, ketiga kali renovasi pada tanggal 15 Maret 2000, dan terakhir kali banjir pada Desember 2006, tepatnya pada bulan Februari 2007.

Karena sulitnya akses transportasi umum ke stasiun ini, stasiun ini beralih fungsi sebagai stasiun pemantau, dalam arti stasiun ini hanya melayani persilangan dan persusulan antarkereta api saja, tidak melayani keberangkatan dan kedatangan penumpang. Persilangan dan persusulan kereta api yang dilayani secara resmi di stasiun ini berdasarkan Gapeka 2017 revisi 1 Juni 2019 adalah: 

  • KA Bangunkarta tujuan Jakarta (KA 55) bersilang dengan sesamanya tujuan Surabaya (KA 56) yang melintas langsung
  • KA Brantas Tambahan tujuan Blitar (PLB 7032A) bersilang dengan KA Matarmaja tujuan Jakarta (KA 171) yang melintas langsung
  • KA Brantas Tambahan tujuan Jakarta (PLB 7031A) bersilang dengan KA Semen Holcim tujuan Solo-Cilacap (KA 2732/2729) yang melintas langsung.

 

Begitulah sekilas riwayat Stasiun Tanggung yang menjadi salah satu saksi sejarah perkeretaapian di Indonesia. (BMA - Redakasi Khazanah Grobogan)

 



Jasaview.id

Type above and press Enter to search.