GpGlBSW0TfG8TpY7TpOiTUz5Gd==

Bledug Kuwu Tahun 1932: Sumber Air Garam yang Menjadikan Purwodadi Terkenal

 

Potret lawas yang memotret para ilmuwan yang sedang berkunjung ke sentra produksi garam Bledug Kuwu tahun 1932. (Foto: collectie.wereldculturen.nl)
Khazanahgrobogan.com - Dari sebuah laman website berbahasa Belanda yang berisi koleksi foto-foto tempo doeloe, ada beberapa foto Bledug Kuwu tempo doeloe dengan tercantum titimangsa tahun 1932. Bledug Kuwu memang salah satu objek wisata di Kabupaten Grobogan yang telah memiliki daya pikat sejak dulu kala.

Dalam foto tersebut, tampak para ilmuwan dari anggota asosiasi sejarah alam sedang melihat sumber air garam di kawasan Beledug Kuwu. Mereka juga melihat para petani garam sedang bekerja pada kerangka bambu tempat air garam yang dibiarkan menguap di area produksi ekstraksi garam Bledug Kuwu.

Selain letupan lumpur, sumber air garam juga membuat nama Purwodadi—yang dulu lebih dikenal daripada Grobogan, menjadi populer. Produksi garam di kompleks Bledug Kuwu ini sejak dulu kala sudah menjadi destinasi wisata yang cukup magnetis.

Dalam buku berjudul Pedoman Tamasja Djawa Tengah yang ditulis oleh R.O. Simatupang (Penerbit Keng Po Djakarta, tahun 1961) disebutkan, Purwodadi menjadi terkenal dengan sumber air garam yang diciptakan oleh alam dan warna airnya semu-semu kuning.

Sumber air garam ini terdapat di Desa Kuwu—sekira 21 km ke arah timur Kota Purwodadi. Air yang disebut “air beledug” atau “air bleng” selain dapat dibikin garam, pun besar sekali kegunaannya untuk membikin kerupuk gendar yang biasa dimakan dengan kelapa parut. Air beledug ini dikirim ke luar kota, misalnya ke Rembang, Pati, Kudus, dan Semarang.

Gendar yang dibikin dengan air garam ini empuk dan lezat rasanya, tidak keras seperti bila dibikin dengan garam biasa.

Dalam buku tersebut juga disebutkan, sumber air garam ini diusahakan oleh rakyat. Di suatu lapangan yang luas sekali di mana tidak ada pohon, di situlah dihasilkan produksi garam.

Lapangan ini penuh dengan garam yang dijemur. Tempat untuk menjemur garam dibuat dari bambu-bambu dengan diameter kurang lebih 4 cm dibelah dua dan digandeng-gandeng sehingga mewujudkan rakit-rakit yang berukuran 1 x 1 ½ meter.

Air garam ini asal mulanya berupa lumpur yang datangnya dari kawah-kawah yang terus dialirkan ke kolam-kolam kecil 2 x 3 meter. Kawah-kawah ini bergolak terus dan berangsur-angsur meletus. Dalam letusan itu terdapat lumpur yang turut terlempar ke atas diringi asap putih. Anehnya, lumpur itu tidak panas serta tidak bau belerang.

Lumpur-lumpur itu mengganggu jalannya air, sebab parit-parit akan tertutup oleh lumpur-lumpur yang dialirkan ke kolam-kolam kecil melalui parit-parit. Peristiwa ini sulit sekali diatasi oleh para pengusaha garam, karena kawah sangat membahayakan. Bila tidak hati-hati bisa tenggelam dalam lumpur.

Selain kawah-kawah tadi, ada juga kawah-kawah kecil yang tidak meletus, hanya berlumpur dan berair sedikit. Kawah-kawah ini letaknya di sekitar kampung, tidak jauh dari Kuwu. Di situ terdapat tanah tinggi yang merupakan bukit-bukit kecil tingginya 4 meter dan lingkaran paling bawah besarnya 9 meter. Bukit itu namanya Nyai Rorodenok.

Puncak Nyai Rorodenok tiap saat mengeluarkan lumpur yang berasal dari kawah. Letak Nyai Rorodenok di sebelah selatan jalan kereta api jurusan Wirosari-Kuwu.

Penduduk Kuwu mempunyai kepercayaan apabila lumpur yang dikeluarkan Nyai Rorodenok sangat deras, ini berarti produksi garam akan meningkat. Tempat-tempat yang menghasilkan garam selain Kuwu, juga Ngembak, Jono, dan Crewek. Sumber air garam dari Jono bukan berupa lumpur melainkan berwujud air. Air garam ini dari perigi-perigi buatan, terus dialirkan melalui pipa bambu ke kolam.

Sayangnya, di buku ini tidak dikupas soal letusan lumpur Bledug yang juga menjadi daya tarik wisatawan. Namun di buku berjudul Legenda Terjadinya Bledug Kuwu yang ditulis oleh Sugeng Haryadi (1986) disebutkan, ada dua letupan lumpur di Bledug Kuwu, yakni di sebelah timur dan di sebelah barat.

Masyarakat setempat menyebut bledug besar yang terletak di sebelah timur dengan nama Joko Tuwa dan yang terkecil di sebelah barat dengan nama Rorodenok. Tinggi letupan lumpur Bledug Kuwu yang besar pernah mencapai ± 530 cm dan yang terkecil hanya berkisar 90 cm. (BMA - Redaksi Khazanah Grobogan)

 



Jasaview.id

Type above and press Enter to search.