GpGlBSW0TfG8TpY7TpOiTUz5Gd==

Syahid Nurmahmudi, Peneliti Perang Jawa Wilayah Utara

Syahid Nurmahmudi, peneliti Perang Jawa di wilayah utara. (Foto: Istimewa/Khazanahgrobogan)

Khazanahgrobogan - Berawal dari menyadari kekosongan narasi sejarah tentang Perang Diponegoro di wilayah utara, mengantar Syahid Nurmahmudi (47) sejak tahun 2009 melakukan serangkaian penelitian terkait Perang Diponegoro atau yang juga populer dengan Perang Jawa, terutama yang berkecamuk di wilayah utara.

Ditemui di rumahnya di Kampung Tambakboyo, Kelurahan Kunden, Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobogan pada Sabtu malam (20/5/2023), pria kelahiran Demak, 11 Maret 1976 itu menyatakan bahwa selama ini sejarah Perang Jawa di wilayah utara tidak pernah diungkap, bahkan seperti ditutup-tutupi dan disembunyikan.

“Padahal di wilayah utara Jawa, termasuk di wilayah Grobogan, pernah bergolak Perang Jawa yang melibatkan puluhan ribu laskar dari kalangan masyarakat,” tutur pria yang akrab disapa Kiai Syahid itu.

Bahkan, menurutnya, sejak Perang Diponegoro meletus pada Juli 1825 di Tegalrejo, Magelang, tak lama setelah itu perang juga meletus di wilayah utara dengan dipimpin oleh tokoh-tokoh yang diberi mandat oleh Pangeran Diponegoro di wilayah masing-masing.

Antara lain Raden Mas (RM) Soekoer untuk wilayah Semarang dan Demak, Pangeran Serang untuk wilayah Serang dan Grobogan, dan Pangeran Topeng Wongsodiwiryo untuk wilayah Wirosari.

Bahkan dari dokumen yang ia teliti, perang besar pernah meletus dengan lokus di Getasrejo pada 20 Agustus 1825 dengan melibatkan 20-an ribu laskar dari kalangan masyarakat Grobogan. “Perang yang dipimpin oleh RM Soekoer, Pangeran Serang, dan Pangeran Topeng Wongsodiwiryo itu mendapatkan sokongan dana dari Nyi Ageng Serang dan Kanjeng Terboyo dalam jumlah yang cukup besar,” cerita Syahid.  

Perang besar itu, menurut Syahid, dimenangkan oleh pihak Laskar Diponegoro dan berhasil menguasai pemerintahan Grobogan. Bupati Grobogan ketika itu, Suryo Saputro, melarikan diri ke Jepara. “Sayangnya, kemenangan tak berlangsung lama, karena pada akhir September 1825, sekitar tanggal 24 atau 25, pemerintahan berhasil direbut kembali oleh Belanda,” tutur Syahid.

Patung Pangeran Diponegoro di Bundaran Getasrejo. (Foto: Grobogantoday/Khazanahgrobogan)

Meski demikian, fakta historis bahwa pernah terjadi perang hebat seperti itu tidak bisa dinafikan dan harus diungkap untuk menjadi informasi sejarah yang berharga bagi masyarakat, terutama untuk kalangan generasi muda.

“Maka saya sangat mengapresiasi, di bundaran Getasrejo didirikan patung Pangeran Diponegoro yang bisa menjadi tetenger untuk mengenang perjuangan rakyat Grobogan dalam pertempuran hebat melawan Belanda dengan lokus di lokasi patung itu didirikan,” kata Syahid.

Syahid berharap, sejarah Perang Diponegoro di wilayah utara dapat diungkap dan dikenang serta diketahui oleh generasi muda, sekarang dan di masa yang akan datang.

Ketertarikan Syahid sendiri sehingga intens meneliti dokumen-dokumen perang Jawa tidak lepas dari silsilah keluarga Syahid yang memiliki pertalian historis dengan Pangeran Diponegoro. RM Soekoer yang diberi mandat oleh Pangeran Diponegoro untuk memimpin laskar di wilayah Semarang dan Demak adalah eyangnya.

RM Soekoer sendiri adalah putra Kanjeng Terboyo. Sebuah versi menyebutkan, makam RM Soekoer saat ini bisa dijumpai di Dusun Serkan, Desa Megonten, Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Demak, yang juga merupakan tempat kelahiran Syahid Nurmahmudi.

Hingga saat ini, selain masih aktif meneliti jejak sejarah Perang Diponegoro di wilayah utara Jawa, dari Pekalongan hingga Madiun, aktivitas sehari-hari Syahid Nurmahmudi adalah mengasuh anak-anak di Madin Manba’ul Ulum yang didirikannya.

Alumnus Pondok Pesantren Manba’ul Qur’an Mayong, Jepara, itu juga seorang mubalig yang kerap diundang mengisi ceramah. Selain itu, ia juga menjadi Koordinator Daerah (Korda) Paguyuban Trah Panembahan Senopati (Patrap Senopati) Kabupaten Grobogan masa bakti 2022-2025. (BMA – Khazanah Grobogan)

 



Jasaview.id

Type above and press Enter to search.